Pages

Tampilkan postingan dengan label wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wisata. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Oktober 2014

Motif-motif Kain Gringsing


Tenun ikat ganda memiliki kerumitan lebih dibanding tenun ikat tunggal biasa. Dalam tenun ikat ganda, motif kain sudah direncanakan sejak pembuatan warna pada benangnya. Dalam seni menenun Gringsing dikenal 2 macam benang, benang vertikal disebut Lusi dan horizontal disebut Pakan. Kedua benang tersebut, vertikal dan horizontal, warna seutas benangnya berbeda-beda, dan harus ditenun agar dapat terbentuk motif yang sudah direncanakan. Dulunya, ada 20 jenis motif kain Gringsing, tapi hingga tahun 2010, yang masih dikerjakan hanya sekitar 14 motif saja. Di antaranya adalah:

1. Lubeng
Lubeng dicirikan dengan kalajengking dan berfungsi sebagai busana adat dan digunakan dalam upacara keagamaan. Ada beberapa macam motif Lubeng, yaitu Lubeng Luhur yang berukuran paling panjang (tiga bunga berbentuk kalajengkin yang masih utuh), Lubeng Petang Dasa (satu bunga kalajengking utuh di tengah dan di pinggir hanya setengah), dan Lubeng Pat Likur (ukurannya terkecil).

2. Sanan Empeg
Sanan Empeg dicirikan dengan tiga bentuk kotak-kotak/poleng berwarna merah-hitam. Fungsi kain gringsing bermotif ini adalah sebagai sarana upacara keagamaan dan adat, yaitu sebagai pelengkap sesajian bagi masyarakat Tenganan Pegeringsingan. Bagi masyarakat Bali di luar desa Tenganan, kain ini digunakan sebagai penutup bantal/alas kepala orang melaksanakan upacara manusa yadnya potong gigi.

3. Cecempakaan
Cecempakaan dicirikan dengan bunga cempaka dan berfungsi sebagai busana adat dan upacara keagamaan. Jenis-jenis Gringsing Cecempakaan adalah Cecempakaan Petang Dasa (ukuran empat puluh), Cecempakaan Putri, dan Geringsing Cecempakaan Pat Likur (ukuran 24 benang).

4. Cemplong
Cemplong dicirikan dengan bunga besar di antara bunga-bunga kecil sehingga terlihat ada kekosongan antara bunga yang menjadi cemplong. Gringsing cemplong juga berfungsi sebagai busana adat dan upacara agama. Jenis-jenisnya terdiri dari ukuran Pat Likur (24 benang), senteng/anteng (busana di pinggang wanita), dan ukuran Petang Dasa (40 benang) yang sudah hampir punah.

5. Gringsing Isi
Gringsing Isi motifnya semua berisi atau penuh, tidak ada bagian kain yang kosong. Motif ini berfungsi hanya untuk sarana upacara dan kuran yang ada hanya ukuran Pat Likur (24 benang).

6. Wayang
Wayang terdiri dari gringsing wayang kebo dan gringsing wayang putri. Motif ini paling sulit dikerjakan dan memerlukan waktu pembuatan hingga 5 tahun. Motif wayang hanya terdiri dari dua warna, yaitu hitam sebagai latar dan garis putih yang relatif halus untuk membentuk sosok wayang. Untuk menciptakan garis putih dengan tersebut diperlukan ketelitian tinggi karena tingkat kesulitan selama pengikatan dan penenunan kain relatif sulit. Wayang kebo memiliki motif wayang lelaki, sedangkan wayang putri hanya berisi motif wayang perempuan.

7. Batun Tuung
Batun Tuung yang dicirikan dengan biji terung, Ukurannya tidak besar dan digunakan untuk senteng (selendang) pada wanita dan sabuk (ikat pinggang) tubumuhan pada pria. Motif ini sudah hampir punah.

Selain itu, ada lagi beberapa motif Gringsing seperti wayang putri, wayang kebo, dingding sigading, dingsing ai, pepare, pat likur, pedang dasa, semplang, cawet, anteng dan lainnya. Motif-motif itu sendiri penuh dengan simbol-simbol seperti tapak dara (tanda silang) dan lainnya.

Sumber : http://blog.isi-dps.ac.id/samiarsasetiaria/gringsing-kain-dari-zaman-megalitikum

Kain Gringsing



Kain gringsing adalah satu-satunya kain tenun tradisional Indonesia yang dibuat menggunakan teknik teknik dobel ikat dan memerlukan waktu 2-5 tahun. Pakar tekstil menyataan bahwa teknik penenunan kain gringsing ini hanya dijumpai di tiga lokasi di dunia, yaitu Tenganan (Indonesia), Jepang, dan India. Kain ini berasal dari Desa Tenganan, Bali.

Kata gringsing berasal dari gring yang berarti ‘sakit’ dan sing yang berarti ‘tidak’, sehingga bila digabungkan menjadi ‘tidak sakit’. Maksud yang terkandung di dalam kata tersebut adalah seperti penolak bala. Di Bali, berbagai upacara, seperti upacara potong gigi, pernikahan, dan upacara keagamaan lain, dilakukan dengan bersandar pada kekuatan kain gringsing.

Pada tahun 1984, Urs Ramseyer (1984) dalam tulisannya yang berjudul Clothing, Ritual and Society in Tenganan Pegeringsingan Bali, menyatakan dugaan bahwa masyarakat Tenganan sebagai sesama penganut Dewa Indra merupakan imigran dari India kuno. Imigran tersebut kemungkinan membawa teknik dobel ikat melalui pelayaran dari Orrisa atau Andhra Pradesh dan mengembangkan teknik tersebut secara independen di Tenganan. Kemungkinan lain adalah para imigran menguraikan kutipan-kutipan dari beberapa jenis tenun patola untuk dikembangkan di Indonesia.

Selasa, 07 Oktober 2014

Museum Djamoe Nyonya Meneer

Mungkin tidak banyak orang yang tahu mengenai museum djamoe Nyonya Meneer yang ada di daerah kaligawe, berseberangan dengan kampus UNISSULA. Museum ini merupakan museum jamu pertama di Indonesia, yang didirikan pada 18 Januari 1984. Tujuan didirikannya museum jamu ini yaitu sebagai cagar budaya untuk melestarikan warisan budaya leluhur sehingga dapat menjadi media edukasi serta rekreasi untuk generasi muda.
Museum Jamu Nyonya Meneer ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu barang koleksi pribadi Nyonya Meneer dan replika peracikan serta pembuatan jamu secara tradisional. Pada bagian koleksi pribadi Nyonya Meneer, kita dapat melihat foto Nyonya Meneer, koleksi alat-alat yang digunakan Nyonya Meneer pada masa lalu, tempat jamu dari kuningan, dan berbagai koleksi lainnya yang menarik.
Sedangkan pada bagian pembuatan jamu tradisional, kita akan disuguhi mengenai produktivitas jamu, menyangkut produktivitas secara tradisional, termasuk beberapa patung yang menggambarkan produksi jamu dikala itu, serta bagian yang menyajikan barang koleksi pribadi Nyonya Meneer itu sendiri.
Bangunan museum Nyonya Meneer ini menganut gaya rumah jawa. Aksen terasa sekali ketika kita berada di dalam museum. Sekilas, kita akan merasakan suasana pendopo seperti di keraton. Aksen kayu banyak ditemui di setiap sudut ruangan, begitupun dengan perabot seperti lemari, meja, dan lain sebagainya.
Museum ini terbuka untuk umum, bisa datang langsung ke lokasi di atas, namun jika akan datang berkelompok dengan jumlah lebih dari 25 orang diharapkan menghubungi terlebih dahulu 1 minggu sebelumnya. Museum ini buka dari hari Senin-Jumat, pukul 10.00-15.30 WIB. 

Mengenal Pekalongan


Pekalongan terkenal dengan industri batiknya. Mudah bagi kita untuk menemukan sentra-sentra kerajinan batik di kota ini. Selain itu, kota ini pun berada di kawasan jalur pantura, sehingga lalu lintasnya pun ramai. Selain pantai, Pekalongan pun memiliki destinasi wisata lain yang letaknya di daerah lereng gunung, seperti ekowisata Petungkriyono.


Petungkriyono merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pekalongan, berlokasi di lereng Gunung Ragajambangan pada ketinggian 900-1600 mdpl. Wilayah ini merupakan kawasan sejuk dengan panorama pegunungan yang indah, sehingga cocok untuk tempat berwisata. Dari pusat Kabupaten Pekalongan, Petungkriyono berjarak 30 km dan dapat dicapai dengan kendaraan umum. Sebagai kawasan ekowisata, Petungkriyono merupakan lokasi yang memberikan banyak pilihan untuk memenuhi hasrat berwisata alam. Di kawasan ini pengunjung dapat memperoleh pengalaman melakukan penjelajahan alam dan kegiatan outbound.

Ada lagi Curug Muncar dan Curug Cinde, di mana Curug Muncar masih berada di sekitar kawasan lereng Gunung Ragajambangan, sedangkan Curug Cinde terletak di desa depok kecamatan Lebakbarang. Ada juga Wisata Watu Ireng dang Wisata Alam Lolong, yang masing-masing memiliki cirinya sendiri-sendiri. Seperti Watu Ireng yang memang benar-benar batu hitam besar dengan bagian dalam yang diperkirakan berongga.
 
 
Blogger Templates